Jumat, 28 Agustus 2009

POTENSI PASAR PRODUK PERTANIAN ORGANIK

Pola makan sehat telah menjadi tren masyarakat dunia. Sekjen Masyarakat Pertanian Organik Indonesia (Maporina) Ririen Prihandarini menjejer data penduduk dunia yang mulai menaruh perhatian pada produk-produk pangan organik. Masyarakat Cheska menghabiskan 15,9 juta dolar AS untuk membeli produk organik.

Sementara di Swiss, sekitar 10%-15% rumah tangga di sana membeli produk organik secara teratur. Swiss merupakan pembeli produk organik terbesar di dunia dengan menghabiskan 160 Swiss Franc atau sekitar Rp 1,2 juta per orang setiap tahunnya untuk produk-produk organik tertentu. Di Kanada, promosi ternyata dapat berpengaruh pada permintaan pangan organik di pasaran. Pertumbuhan permintaan pangan organik di pasar Kanada diprediksi mencapai 17,41% pada periode 2007-2011. Padahal, permintaan tahun sebelumnya hanya 3%-4%.

Media organik Inggris menulis bahwa di Asia penjualan produk organik meningkat 20% setiap tahunnya. Beijing melaporkan, penjualan sayuran organik di supermarket setempat meningkat tajam menjadi 88% dalam kurun waktu 12 bulan sejak November 2006. Uganda mencatat, 50 petaninya sebagai petani yang telah disertifikasi organik hingga menjadikan negeri itu sebagai produsen pertanian organik terbesar di Afrika. Sementara jumlah perusahaan eksportir produk organik di negeri tersebut meningkat dari lima perusahaan pada tahun 2001 menjadi 22 perusahaan di akhir 2005.

Bagaimana dengan Indonesia? Sebagai negara dengan kekayaan keanekaragaman hayati tropika yang unik, kelimpahan sinar matahari, air, dan tanah, Indonesia memiliki modal dasar yang luar biasa besarnya dalam pengembangan pertanian organik.

Jika dicermati, volume perdagangan produk organik di Indonesia masih rendah meskipun beberapa produk tanaman organik, seperti beras dan sayuran organik, mulai muncul di berbagai pasar swalayan di kota-kota besar. Bahkan, beberapa produk organik, seperti kopi organik, mulai diekspor ke berbagai negara, seperti Belanda, Amerika, dan Jepang. Khusus untuk produk kopi, sebenarnya Indonesia sudah lama dikenal sebagai eksportir kopi gayo organik yang sangat terkenal di dunia. Saat ini terdapat empat belas kelompok tani kopi organik yang beranggotakan sekitar 1.900 petani dan bergabung dalam Persatuan Petani Kopi Gayo Organik (PPKGO).

Komoditas perkebunan, termasuk rempah, sangat diminati negara-negara maju. Menurut sejarah pun, Indonesia dijajah Belanda dan Portugis karena kaya akan rempah dan produk perkebunan lainnya. Oleh karena itu, apabila 10% saja komoditas perkebunan ini dikelola secara organik untuk memenuhi permintaan pasar dunia, tentu akan memberikan sumbangan devisa yang cukup besar karena premium yang diperoleh dari produk organik ini akan berlipat ganda karena dihargai dengan kurs valuta asing. Selain kopi, beberapa produk perkebunan, seperti jambu mete dan vanili organik, juga diminati masyarakat Eropa.

Penggunaan pupuk

Salah satu alasan pentingnya pengembangan pertanian organik adalah persoalan kerusakan lahan pertanian yang semakin parah. Penggunaan pupuk kimia yang terus-menerus menjadi penyebab menurunnya kesuburan lahan bila tidak diimbangi dengan penggunaan pupuk organik dan pupuk hayati.

Hasil penelitian LPT menunjukkan bahwa 79% tanah sawah di Indonesia memiliki bahan organik (BO) yang sangat rendah. Kondisi ini bermakna bahwa sawah di Indonesia sudah sangat miskin, bahkan bisa dikatakan sakit, sehingga tidak hanya membutuhkan makanan (pupuk kimia), namun juga memerlukan penyembuhan. Cara penyembuhan adalah dengan menambahkan BO yang telah diolah menjadi pupuk organik sehingga tanah dapat menjadi lebih sehat dengan kandungan BO yang lebih tinggi. Untuk meningkatkan kandungan BO, dibutuhkan tambahan bahan-bahan organik (pupuk organik) berkisar 5-10 ton/ha. Meskipun demikian, peningkatan BO pada setiap hektare tanah sawah dapat dilakukan secara bertahap dengan memberikan asupan pupuk organik pada kisaran 3-5 ton.

Sayangnya, kebutuhan pupuk organik yang sangat besar untuk memperbaiki kerusakan lahan pertanian di Indonesia tidak seimbang dengan jumlah industri pupuk organik yang berkembang di Indonesia. Hal ini disebabkan pupuk organik hanya diproduksi secara parsial dengan skala industri rumah tangga (home industry) sehingga jumlah produksi yang dihasilkan relatif kecil dan tidak kontinu. Sebagai konsekuensi ketidakseimbangan permintaan dan penawaran, harga pupuk organik yang dihasilkan sangat fluktuatif, bergantung pada jenis, cara pembuatan, dan bahan baku yang digunakan.

Sampai saat ini, jumlah industri pupuk organik hanya 44 unit dengan total kapasitas 440.000 metrik ton/tahun dan tersebar di berbagai daerah di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Dari jumlah tersebut, 19 unit pabrik pupuk organik granul yang telah berproduksi, 6 unit pabrik baru berproduksi mulai 2008, dan 19 unit pabrik dalam proses evaluasi.

Potensi pasar pupuk organik di Indonesia sangat tinggi, baik untuk tanaman pangan maupun tanaman hortikultura. Dari hasil penelitian Puslittanah tentang status C-organik lahan sawah di Indonesia, terutama di daerah Sumatra Barat, Sumatra Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan, NTB, dan Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa potensi kebutuhan pupuk organik yang sangat besar.

Untuk tanaman pangan di daerah-daerah tersebut, dengan luas lahan sekitar 5,9 juta hektare, membutuhkan sekitar 3 juta ton, sedangkan untuk tanaman hortikultura dengan luas lahan sekitar 94.000 hektare membutuhkan pupuk organik 190.000 ton. Sementara serapan pupuk organik untuk kedua jenis tanaman tersebut baru mencapai 624.000 ton.

Baru sekitar 10% petani di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatra Barat, dan Sumatra Selatan yang menggunakan pupuk organik secara intens. Dengan kondisi Indonesia yang memiliki potensi lahan pertanian yang sangat luas sekitar 107 juta hektare dan potensi bahan baku untuk pupuk organik dalam jumlah yang sangat besar, antara lain bersumber dari limbah pertanian, limbah industri, limbah peternakan, sampah kota, dan rumah tangga, sangat disayangkan ketika produk-produk pertanian organiknya lebih banyak jalan di tempat. Padahal, pasar di luar sana sudah menanti.***

Sumber :

Falik Rusdayanto, Direktur Eksekutif Golden Institute, alumnus Chulalongkorn University Thailand.

http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=60687

Memahami Pertanian yang Berkelanjutan


Memahami Pertanian yang Berkelanjutan

Dewasa ini, istilah ‘Pertanian Berkelanjutan’ semakin sering digunakan. Sebagian orang mungkin pusing dengan kata tersebut. Oleh karena itu, perlu dijelaskan secara ringkas dan padat perihal pengertian istilah ‘Pertanian Berkelanjutan’ (Sustainable Agriculture).

Penjelasan berikut ini disarikan dari dua buku: (1) karangan Coen Reijntjes, Bertus Haverkort, dan Ann Waters-Bayer, Farming for the Future: An Introduction to Low-External-Input and Sustainable Agriculture, Netherland: ILEIA, 1992; dan (2) buku karangan Jules N Pretty, Regenerating Agriculture: Policies and Practice for Sustainability and Self-Reliance, London: Earthscan, 1996.

Kata ‘berkelanjutan’ (sustainable), sebagaimana dalam kamus, mengacu pada makna “mengusahakan suatu upaya dapat berlangsung terus-menerus, kemampuan menyelesaikan upaya dan menjaga upaya itu jangan sampai gagal”. Dalam dunia pertanian, ‘berkelanjutan’ secara mendasar berarti upaya memantapkan pertanian tetap menghasilkan (produktif) sembari tetap memelihara sumber daya dasarnya.

Sebagai contoh, Komite Penasehat Teknis Grup Konsultatif Riset Agraria Internasional (TAC/CGIAR) 1988) menyatakan, “Pertanian berkelanjutan adalah manajemen sumber-sumber daya secara berhasil bagi agraria untuk mencukupi perubahan-perubahan kebutuhan manusia sembari tetap merawat dan meningkatkan kualitas lingkungan dan perbaikan sumber-sumber daya alam.”

Dengan demikian, pertanian berkelanjutan merupakan suatu pilihan lain atau “tandingan” bagi pertanian modern. Akan tetapi, sebagai tandingan bagi pertanian modern, selain kata berkelanjutan, ada juga yang menggunakan istilah:

  1. pertanian alternatif,
  2. regeneratif,
  3. input eksternal rendah,
  4. bekelanjutan input rendah,
  5. bekelanjutan input seimbang,
  6. conservasi-sumber daya,
  7. biologis,
  8. alamiah,
  9. pertanian ekologis (ramah lingkungan),
  10. agro-ekologis,
  11. pertanian organis,
  12. biodinamis, dan lain sebagainya.

Baik pertanian berkelanjutan dan berbagai istilah lainnya, umumnya mengandung suatu makna penolakan terhadap pertanian modern. Penolakan itu karena pertanian modern diartikan sebagai cara bertani yang menghabiskan sumber daya, pertanian industri, dan pertanian input eksternal tinggi atau intensif.

Sebagai gambaran sederhana, pertanian modern memakai masukan (input) luar seperti pupuk pabrik, bibit pabrik, pestisida dan herbisida kimia pabrik, yang umumnya merusak kelestarian tanah dan alam. Sebaliknya, suatu pertanian berkelanjutan lebih mengandalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia seperti bibit lokal, sumber air, matahari, dan teknologi yang ramah lingkungan; dan juga sangat mengutamakan pemanfaatan pupuk kandang (kompos) dan pengendali hama alami atau pestisida dari bahan-bahan alami.

Oleh karena itu, inti pemahaman pertanian berkelanjutan adalah sangat mengutamakan pemanfaatan sumber daya lokal beserta pengetahuan lokal.

Untuk lebih memudahkan pemahaman, Nicanor Perlas mengembangkan konsep pertanian berkelanjutan ILEIA (buku Farming the for Future); dan Perlas berhasil merumuskan Tujuh Dimensi Pertanian Berkelanjutan (baca: Nicanor Perlas, “The Seven Dimensions of Sustainable Agriculture“, makalah pada Konferensi Internasional II Forum Pembangunan Asia yang diadakan ANGOC di Filipina, tanggal 22-26 Februari 1993).

Dari berbagai bahan tersebut, penulis mencoba menyadur tujuh dimensi pertanian berkelanjutan tersebut ke dalam Bahasa Indonesia yang mudah dipahami, sebagaimana berikut ini.

Pertanian berkelanjutan harus menjadi pertanian:

  1. Ramah Lingkungan;
  2. Menggairahkan kehidupan ekonomi;
  3. Adil dan layak secara sosial;
  4. Peka pada nilai budaya;
  5. Mampu mengembangkan teknologi tepat guna;
  6. Mampu menjadi pengetahuan yang menyeluruh;
  7. Menjadi obor bagi kemanusiaan.

Namun, semua itu tidak berarti tanpa menyadari bahwa pilar terpenting dari pertanian berkelanjutan, selain lingkungan alam, adalah manusia. Pertanian berkelanjutan akan terwujud bila manusia bersungguh-sungguh memahami bahwa cita-cita pertanian berkelanjutan hanya dapat terwujud apabila dilandasi suatu pembaruan atau reformasi atas sumber-sumber daya alam dan agraria di mana rakyat secara adil dan setara dapat merasakan dan memanfaatkannya.

~ oleh petanidesa

Pilihan untuk Kemerdekaan dan Kemandirian Petani

Pilihan untuk Kemerdekaan dan Kemandirian Petani

Air susu sama saja air tuba! Itulah kesimpulan yang didapat jika mengetahui hasil penelitian WHO (Organisasi Kesehatan Sedunia) tentang metabolisme, yang ternyata menunjukkan bahwa air susu ibu (ASI) di Pulau Jawa ada yang telah tercemar pestisida. Padahal ASI dikampanyekan sebagai susu terbaik bagi bayi. Secara tidak langsung, proses ancaman kehidupan berlangsung lewat kasih sayang para ibu. Lalu, apa yang dirasakan seorang suami yang melihat istrinya sedang menyusui anaknya dengan air susu yang tercemar? Itulah yang diungkapkan oleh Tanto D. Hobo, seorang petani organik dalam lokakarya petani peringatan Hari Pangan Sedunia di Ciwidey, Bandung yang berlangsung pada tanggal 16-18 Oktober 1999 lalu.

Pestisida telah lama diketahui menyebabkan iritasi mata dan kulit, gangguan pernapasan, penurunan daya ingat, dan pada jangka panjang menyebabkan kanker. Jika ibu hamil mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung residu pestisida, maka janin yang dikandungnya mempunyai risiko dilahirkan dalam keadaan cacat.

Penggunaan pestisida juga menyebabkan terjadinya peledakan hama —suatu keadaan yang kontradiktif (bertentangan) dengan tujuan pembuatan pestisida— karena pestisida dalam dosis berlebihan menyebabkan hama resisten (kebal) dan megakibatkan kematian musuh alami hama yang bersangkutan.

Akan tetapi, mitos obat mujarab pemberantas hama tetap melekat di sebagian petani. Mereka tidak paham dengan bahaya pestisida. Informasi yang sampai kepada mereka adalah “jika ada hama, “pakailah pestisida merk A”.

Para petani juga dibanjiri impian tentang produksi yang melimpah-ruah jika mereka menggunakan pupuk kimia. Para penyuluh pertanian adalah “antek-antek” pedagang yang mempromosikan “keajaiban” teknologi modern ini. Penyuluh pertanian tidak pernah menyampaikan informasi secara utuh bahwa pupuk kimia sebenarnya tidak dapat memperbaiki sifat-sifat fisika tanah, sehingga tanah menghadapi bahaya erosi.

Penggunaan pupuk buatan secara terus-menerus akan mempercepat habisnya zat-zat organik, merusak keseimbangan zat-zat makanan di dalam tanah, sehingga menimbulkan berbagai penyakit tanaman. Akibatnya, kesuburan tanah di lahan-lahan yang menggunakan pupuk urea dari tahun ke tahun menurun.

~ oleh petanidesa

Peluang Indonesia dalam Pertanian Organik


Peluang Indonesia dalam Pertanian Organik


Seiring dengan maraknya gerakan konsumen hijau, kesadaran konsumen untuk membeli produk yang ramah lingkungan semakin meningkat, termasuk di dalamnya produk-produk pertanian yang sehat dan bebas bahan kimia.

Munculnya berbagai persyaratan perdagangan internasional seperti ISO-9000, ISO-14000, dan ecolabeling. Berbagai persyaratan ini menandakan bahwa masyarakat internasional tidak lagi menghendaki produk pertanian yang mengandung bahan-bahan kimia dan merusak kesehatan, lingkungan, dan generasi berikutnya.

Pertanian organik menjadi alternatif bagi bangsa Indonesia karena jika pola pertanian modern yang padat bahan kimia tetap dilakukan seperti sekarang ini, dikhawatirkan Indonesia tidak dapat lagi mengekspor produk-produk pertaniannya.

Selain itu, bertani secara organis merupakan terobosan bagi para petani di tengah membubung tingginya harga pupuk dan pestisida kimia.

Sebenarnya, ada dua cara untuk mengatasi tingginya harga pupuk dan pestisida buatan pabrik. Pertama, menyediakan modal yang lebih besar. Ini dapat dilakukan, misalnya, dengan mendapatkan pinjaman Kredit Usaha Tani (KUT). Tentu saja petani terkena beban hutang. Kedua, petani membuat pupuk sendiri dengan bahan-bahan alami yang telah disediakan oleh alam dan melakukan pengendalian hama. Cara kedua relatif jauh lebih murah dan menyehatkan.

Petani organik menjadi petani yang mandiri dan merdeka, karena bahan-bahan bertani diperoleh dari alam sekitar. Petani tidak lagi menjadi tergantung kepada para produsen benih, pupuk, maupun pestisida. Selain itu, pertanian organik memberi ruang yang luas bagi petani untuk mengembangkan kreativitas bertaninya, seperti memanfaatkan bahan-bahan tidak berguna untuk kegiatan bertaninya. Sampah digunakan menjadi pupuk. Kaleng bekas dimanfaatkan untuk mengusir burung. Pertanian organik menjadi bagian dari upaya pemberdayaan petani, karena mengurangi ketergantungan petani terhadap pihak-pihak atas desa yang selama ini mengeksploitasi petani.

Dalam konteks pertanian yang berkelanjutan, model pertanian organik merupakan suatu strategi penguatan pemahaman petani akan harkat hidupnya, dan masa depan pertanian Indonesia. Dalam pemahaman inilah, hak petani atas tanah, perlu ditegakkan. Oleh karena itu, Reforma Agraria Indonesia tetap menjadi agenda pokok perjuangan petani Indonesia.

~ oleh petanidesa

Labelisasi Produk Organik


Labelisasi Produk Organik

Gerakan pertanian organik sudah dimulai di mancanegara semenjak tahun 1970-an. Akibat lebih banyak dampak buruk revolusi hijau, maka masyarakat lebih menginginkan produk pertanian yang baik bagi kesehatan manusia dan sekaligus ramah lingkungan. Amerika Serikat dan negara-negara Eropa sangat memperhatikan hal ini. Dengan demikian, secara pelahan pertanian organik berkembang dan produknya harus mempunyai standar yang lebih tinggi. Pertanian organik juga berkembang di Asia, terutama di Jepang, Thailand, Malaysia, dan Filipina.

Sekarang ini, negara Eropa dan Amerika sangat menyukai produk organik. Sekitar 3 ribu ton/tahun sayuran organik beku dan olahan buah-buahan organik berpeluang menembus pasar. Dalam perkembangan ini, para pedagang sering memasang label organik untuk menaikkan harga dagangannya. Oleh karena itu, misalnya, produk organik di Jerman harus diawasi dan dipasangi label ekolabeling (label ramah lingkungan).

Demikian juga halnya di Jepang. Karena sering ditipu pedagang dan pengusaha agribisnis, maka konsumen dan petani Jepang bergabung dalam JOAA (Japan Organic Agriculture Association). Mereka tidak mau diatur-atur pemerintah. Konsumen juga tidak mendapat jaminan tentang kualitas dan bagaimana produk itu ditanam.

Oleh karena itu, konsumen Jepang memperkenalkan konsep tei kei. Konsep ini artinya konsumen membeli langsung sayuran atau produk pertanian lainnya secara langsung dari petani. Dengan demikian, selain dapat memastikan kualitas produk. Konsumen dan produsen dapat berbincang-bincang dan mempererat keakraban.

Petani yang menerapkan konsep tei kei, menentukan harga produknya berdasarkan biaya produksi dan biaya hidup yang dia butuhkan sebagai petani. Harga produk menjadi mahal dibandingkan harga pasar. Meskipun demikian, konsumen tetap membeli karena puas dengan kualitas tanaman organik. Sehingga, petani tetap bergairah untuk menekuni pertanian organik.

~ oleh petanidesa

Kamis, 27 Agustus 2009

Merakit Produk Di 2 Negara

Ketat dan konsisten Pemerintah Malaysia menerapkan peraturan karantinanya melalui “permit Import” atas semua produk pupuk, mikroba dan kompos “memaksa” PT Cipta Visi Sinar Kencana- sebagai Perusahaan Principal peralatan dan bahan pengelolaan sampah BioPhosko, memproduksi dan memperbanyak inokulan bagi pembuatan aktivator kompos di Negara jiran tersebut. Dengan menggandeng Melaka Biotech dan University of Malaya, inokulan sebagai bagian dari activator kompos Green Phoskko akan segera di produksi di negara dimana selama ini menjadi tujuan export aneka alat dan bahan Biophoskko Composter tersebut. Dengan demikian, untuk satu produk akan dibuat di dua negara. Media aktivator hingga kemasan diproduksi di Bandung sementara breeding inokulan bakteri, jamur, ragi dan mikroba lainnya dibiakan di Malaysia.

Hal itu terungkap ketika pertemuan perundingan terakhir antara importer komposter di Malaysia, H Saiful Bahri A Hadi, selaku Managing Director Konsortium Melayu Selayang Bhd ( KMsB) dengan Ketua Tim Advisor University Of Malaya (UM) , Prof Dr Mohamad Rom Tamjis serta Ir Sonson Garsoni -selaku Direktur perusahaan Prinsipal aktivator kompos dan komposter di Bandung, 21 Februari 2007 lalu- sebagaimana juga diberitakan Pikiran Rakyat, Sabtu, 24 Februari 2007 dan Koran Seputar Indonesia (Sindo) di hari yang sama.

“Kami akan mempublikasi dan mengedukasi pembuatan baja organic ( kompos, red) di sekolah-sekolah dan college kerena akan lebih mudah mengajarkan para student mengasingkan aneka jenis sampah organik dan an-organik. Kami juga berpendapat bahwa, hingga saat ini pihak Kerajaan ( pemerintah, red) belumlah memiliki kebijakan tentang sampah. Itulah yang menyebabkan kondisi persampahan telah mencemari sumur penduduk - yang berlokasi berdekatan dengan Tempat Pelupusan Sampah ( TPA, red) di hampir semua negera bagian di Malaysia” demikian ujar Dr Rom Tamjis, yang bertindak selaku Head Of Advisory Unit perundingan University of Malaya. Selanjutnya, Rom Tamjis menuturkan jika teknologi komposter bukanlah berlawanan dengan teknologi modern lainnya seperti “waste to energy” : “Kami berpendapat bahwa komposter bukanlah teknologi yang “opposite” atas pengelolaan sampah dengan teknologi incinerator, maupun sampah sebagai bahan baku energy pembangkitan listrik. Komposter BioPhoskko, disamping berguna dalam mengatasi masalah sampah di sumbernya, juga sekaligus memberikan pendapatan atau income bagi unit kelompok masyarakat yang mengusahakannya” demikian dikatakan Prof Rom Tamjis- yang mendapat berpredikat Phd dari Newcastle Univercity dalam bidang Electrical Machine dan berpengalaman dalam proyek Expertise Services For Technology In Waste Management, di Brussel. Sementara itu, pada kesempatan yang sama, Saiful Abdul Hadi, Managing Director Kmsb -selaku importer tunggal peralatan dan bahan pengolahan sampah di Malaysia- menyebutkan bahwa, dengan melakukan produksi atas biakan murni mikroba dari Bandung, akan diperlukan investasi peralatan bagi pembiakan ibu inokulan mikroba ( bakteri, yeast, jamur), pemeliharaan maupun injection (penyuntikan) kedalam media activator -yang tetap diimpor dari Indonesia. Total investasi peralatan dan pembelian sebagaian bahan media aktivator diperkirakan sekira RM 1 juta ( Satu Juta Ringgit Malaysia).

Langkah melakukan produksi satu artikel produk di dua negara, seperti layaknya perusahaan global diatas, harus dilakukan, jika mengingat permintaan akan komposter di Malaysia cukup potensial, sehingga segala cara ditempuh agar pasar Malaysia dapat dikuasai. Setelah uapay ekspor langsung telah melewati masa penguruan “Import Permit” - yang berliku dan menyulitkan selama Oktober 2006 sampai Februari 2007. Sonson Garsoni, Direktur PT CVSK berharap kerjasama produksi aktivator kompos di Melaka Biotech dengan dukungan expertise University of Malaya ini akan segera membuahkan hasil.
++++++++++++++
Ya... setelah kesulitan ada kemudahan...............walaupun harus bersiap lagi guna menghadapi kesulitan baru lagi................semoga semua memberi hikmah bahwa perjalanan bisnis memang ibarat sebuah kurva. Terkadang ada bagian menaik, dan namun jangan lupa juga bahwa ada bagian kurva menurun........... Seperti digambarkan dalam surat Alam Nasyrah.......


. فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرً

Oleh itu, maka (tetapkanlah kepercayaanmu) bahawa sesungguhnya tiap-tiap kesukaran di sertai kemudahan.

إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا

(Sekali lagi ditegaskan) bahwa sesungguhnya tiap-tiap kesukaran, disertai kemudahan.


فَإِذَا فَرَغْتَ فَانصَبْ

Kemudian apabila engkau telah selesai (daripada sesuatu amal salih), maka bersungguh-sungguhlah engkau berusaha (mengerjakan amal salih yang lain).

وَإِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ

Dan kepada Tuhanmu sahaja hendaklah engkau memohon (apa yang engkau gemar dan ingini).

+++++++++++++

Alias masih harus berjuang tanpa henti karena, mungkin disana lah ada ladang beribadah, amiin .Tim Posko Hijau++++++++++)

Penghargaan Presiden RI










Direktur PT Cipta Visi Sinar Kencana (CVSK) menerima Penghargaan Dharma Karya Kencana (DKK) dari Presiden RI di Harganas Ambon Atas Jasanya Melakukan Pembinaan Pada Usaha Kecil Mikro (UKMM)

Artikel Pupuk Organik Indonesia Headline Animator

Recent Coment


Artikel Bermanfaat Dari OrganicJournalOnline Headline Animator

Videos related to 'Peluang Usaha Kompos Dengan Rotary KILN Manual Part 02'